Ketika PJJ Berakibat Kurang Bergaul

Biasanya, tahun ajaran baru jadi ajang bertemu baru, guru baru, dan ajang mencari pengalaman baru.

Namun sudah dua kali tahun ajaran baru, siswa tidak dapat pergi ke sekolah karena pandemi. Ini berarti, siswa yang saat ini duduk di TK B belum pernah bertemu teman mereka di TK A, siswa kelas dua jenjang SD/SMP/SMA/SMK sudah berganti teman di kelas dua sebelum merasakan bertemu muka dengan teman di kelas satu

Manfaat pertemanan

Bagi siswa, membangun hubungan pertemanan sangat diperlukan dalam pembentukan sikap, mental dan karakter seorang siswa. Ada banyak pelajaran berharga dalam perjumpaan dan interaksi dengan teman sebaya, misalnya:

  • Belajar berkomunikasi, apalagi dengan teman baru. Ada tantangan tersendiri yang harus mereka hadapi dan pelajari tentang bagaimana bersikap ketika bertemu orang baru
  • Kala bermain bersama, anak belajar negosiasi, misalnya saat  berebut mainan atau memutuskan permainan apa yang akan mereka lakukan
  • Belajar peduli dengan memperhatikan ekspresi teman, apakah  sedang sedih dan apa yang bisa mereka bantu

Minimnya perjumpaan dengan teman bisa berdampak terhadap kemampuan anak bersosialisasi dan terhubung secara emosional dengan teman-teman sebaya.

Potensi masalah karena terlalu lama di rumah

Pandemi yang memaksa siswa tidak dapat ke sekolah juga membawa beberapa masalah lain, antara lain: tidak bisa menangkap pelajaran dengan baik, tidak dapat mengatur waktu, sampai malas bergerak. Ditambah lagi terus menerus di rumah bisa juga menimbulkan konflik antara anggota keluarga. Selain itu, siswa juga lebih terpapar pada masalah ekonomi keluarga, bila ada. Semua ini semakin menambah beban mental siswa.

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkepanjangan juga membuat siswa lebih banyak menggunakan gawai. Pertemuan rutin sekolah, mengerjakan tugas ditambah lagi jika orang tua meminta mereka les, semua dilakukan melalui gawai.  Penggunaan gawai dalam pembelajaran jarak jauh ini mengakibatkan siswa mengalami Zoom fatigue atau rasa lelah dan gelisah yang muncul akibat terlalu sering melakukan pertemuan daring. Gejala-gejala yang terlihat ketika mengalami Zoom fatigue adalah fokus berkurang, kemampuan mengolah info melambat, motivasi menurun, cepat lelah, mudah tersinggung, sulit membuat keputusan, koordinasi tangan dan mata menurun, reflek serta respon lambat.

Di waktu luang, siswa mengisi waktu beristirahat juga dengan gawai, baik untuk melakukan aktivitas di media sosial atau bermain “game online” yang bisa mengakibatkan kecanduan ketika aktivitas rutin dan minat lain jadi terbengkalai. Untuk mencegah efek buruk gawai terhadap tumbuh kembang siswa, orang tua perlu menyadari bahwa kelelahan dan kejenuhan belajar adalah wajar. Namun orang tua harus memantau dan memberi batasan penggunaan gawai  untuk mencegah efek buruk gawai bagi kondisi mental anak, sekaligus memberikan kegiatan alternatif yang tidak melibatkan gawai.

Cara mudah memantau penggunaan gawai anak, webinar selengkapnya di sini

Cara bijak mengatur penggunaan gawai dapat kita lihat dalam webinar selengkapnya di sini.

Penulis: Dyahni Ardrawersthi

Artikel Terkait :

Share :

Related articles