Pencegahan Bunuh Diri: Satu Pertanyaan Sederhana Bisa Membuat Perbedaan

Sejak digagas oleh Association for the Study of Pain (IASP) yang berkolaborasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di tahun 2003, tanggal 10 September diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia atau dikenal juga dengan  World Suicide Prevention Day (WSPD). 

Terus meningkatnya angka kematian yang disebabkan karena bunuh diri menjadi alasan utama lahirnya hari peringatan ini. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran dan mengajarkan fakta tentang bunuh diri kepada masyarakat umum. Serta berbagi sumber daya dan informasi berbasis bukti ilmiah tentang bagaimana individu dan komunitas dapat membantu mencegah bunuh diri di seluruh dunia.

Tema WSPD tahun 2021 ini adalah Creating Hope Through Action atau Menciptakan Harapan Melalui Tindakan. Dipilihnya tema ini adalah untuk mengingatkan kita semua bahwa tindakan kita bisa saja membuat perbedaan bagi seseorang di saat-saat tergelap hidup mereka.

Tidak peduli seberapa besar atau kecil, entah itu sebagai anggota masyarakat, anak, orang tua, teman, kolega atau tetangga, kita semua dapat berperan dalam mendukung mereka yang mengalami krisis bunuh diri atau mereka yang berduka karena bunuh diri.

Stigma Masyarakat

Stigma sosial tentang bunuh diri adalah penghalang utama untuk mencari bantuan. Founder Into The Light Indonesia — komunitas pencegahan bunuh diri, Benny Prawira Siauw, mengatakan bahwa masyarakat masih menganggap wajar bila ada seseorang yang sedang mengeluhkan kondisi jiwa yang berpotensi bunuh diri. Bahkan itu dianggap sebagai upaya untuk mencari perhatian di media sosial saja.

Salah satu intervensi penting untuk melawan stigma ini adalah mengubah narasi pemberitaan media seputar bunuh diri menjadi lebih mencerminkan harapan.  Misalnya dengan menghindari terminologi yang membuat bunuh diri menjadi sensasional dan menghindari penjelasan eksplisit tentang cara yang digunakan korban untuk bunuh diri.  

Bagaimana cara kita berperan serta dalam pencegahan bunuh diri?

Yang harus kita lakukan pertama kali adalah mengenali tanda peringatan bunuh diri seseorang. Seperti adanya perubahan perilaku, misalnya yang semula suka berinteraksi tiba-tiba mengisolasi diri atau tidak memberikan respon ketika ditanya.  Status di sosial medianya terlihat sangat suram, tiba-tiba mengucapkan selamat tinggal, minta maaf atau terima kasih setelah mengalami stres. Lalu mengabaikan kesehatan dan keselamatan diri. 

Mungkin saja ini adalah tanda bahwa orang tersebut sedang mempersiapkan sesuatu untuk mengakhiri hidupnya. Jika kita sudah melihat semua tanda ini, yang bisa kita lakukan adalah: 

1. TANYA apakah orang tersebut berpikir untuk bunuh diri.

Bertanya kepada seseorang tentang keinginan bunuh diri atau niat untuk mati tidak akan memicu mereka untuk melakukannya. Jika kita memberikan mereka ruang aman untuk berbicara, mereka akan merasa lega dan justru ini akan menyelamatkan. Karena kalau mereka tidak punya rasa sakit dan keputusasaan lagi, mereka tidak akan berpikir untuk mati.

2. DENGARKAN tanpa menghakimi. Biarkan orang tersebut berbicara tanpa interupsi dan buat mereka merasa didengarkan.

Jika orang tersebut sudah mau berbicara, sebaiknya kita menyimpan dulu asumsi dan penilaian kita. Beri kesempatan kepada mereka untuk bercerita. Alih-alih menyodorkan nilai yang kita anggap sebagai kebenaran, membahagiakan atau menyemangati, penderitaan hidup mereka adalah yang paling utama dan harus kita dengarkan

3. RESPON dengan kebaikan dan perhatian. Selalu anggap orang tersebut serius.

Tetap tenang, akui bahwa rasa sakit mereka nyata. Tetap temani orang tersebut dan sampaikan kepedulian kita. Singkirkan benda tajam atau alat mematikan dari sekitar mereka. Jika membutuhkan bantuan terkait masalah kejiwaan, langsung hubungi profesional kesehatan jiwa di Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat. 

Kementerian Kesehatan RI juga telah menyiagakan lima RS Jiwa rujukan yang telah dilengkapi dengan layanan telepon konseling kesehatan jiwa, yaitu:

  • RSJ Amino Gondohutomo Semarang | (024) 6722565
  • RSJ Marzoeki Mahdi Bogor | (0251) 8324024, 8324025, 8320467
  • RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta | (021) 5682841
  • RSJ Prof Dr Soerojo Magelang | (0293) 363601
  • RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang | (0341) 423444

4. TINDAK LANJUT dan dukung transisi orang tersebut dari krisis ke pemulihan.

Mungkin saja orang tersebut tidak diberikan rujukan yang tepat untuk melanjutkan perawatan atau tidak memiliki akses ke perawatan profesional. Kita bisa membantu mereka dengan bertemu di rumah mereka atau tempat yang nyaman bagi mereka, menghubungi lewat telepon atau pesan singkat untuk terus memberikan dukungan.

Isu bunuh diri bersifat lintas sektor, pencegahannya tidak bisa ditangani hanya dari sektor kesehatan saja karena masing-masing sektor mempunyai kebutuhan dan tantangan yang berbeda.

Para pendidik bisa turut ambil bagian dalam kampanye pencegahan bunuh diri dengan melatih generasi muda kita untuk jadi lebih gigih dalam pengelolaan emosi dan mencari bantuan jika isu seperti ini muncul.

Untuk mencegah bunuh diri, kita harus menjadi mercusuar bagi mereka yang sedang dalam kesakitan. Dan kita semua bisa menjadi cahaya mercusuar itu dengan aktif mencegah orang yang memiliki kecenderungan bunuh diri yang ditemukan di media sosial. Bukan justru menghakiminya.

Penulis: Septika Rini

Artikel Terkait :

Kenali Gejala Stress Pada Remaja

Webinar Terkait:

Membuat Isu Bunuh Diri Menjadi Tidak Tabu

Share :

Related articles